Oleh
Ummu Malik
Ummu Malik
Kerap
kali manusia mengulang-ulang perkataan ini (yaitu ucapan "Sesungguhnya
agama itu mudah"), akan tetapi (sebenarnya) mereka (tidak menginginkan)
dengan ucapan itu, untuk tujuan memuji Islam, atau melunakkan hati (orang yang
belum mengerti Islam) dan semisalnya. Yang diinginkan mereka adalah pembenaran
terhadap perbuatan mereka yang menyelisihi syari'at. Bagi mereka kalimat itu
adalah kalimat haq, namun yang diinginkan dengannya adalah sebuah kebatilan.
Ketika
salah seorang diantara kita ingin memperbaiki perbuatan yang menyalahi
syari'at, orang-orang yang menyalahi (syari'at itu) berhujjah dengan perkataan
mereka : "Islam adalah agama yang mudah". Mereka berusaha mengambil
keringanan yang sesuai dengan hawa nafsu mereka, dengan sangkaan bahwa mereka
telah menegakkan hujjah bagi orang yang menasehati mereka agar mengikuti
syariat yang sesuai dengan Al-Qur'an dan Sunnah.
Orang-orang
yang menyelisihi syariat itu hendaknya mengetahui bahwa Islam adalah agama yang
mudah. (Akan tetapi maknanya adalah) dengan mengikuti keringanan-keringanan
yang diberikan Allah Jalla Jalaluhu dan RasulNya kepada kita.
Allah
Jalla Jalaluhu dan RasulNya telah memberi keringanan bagi kita, ketika kita
membutuhkan keringanan itu dan ketika adanya kesulitan dalam mengikuti
(melaksanakan perintah) yang sebenarnya.
Asal dari ungkapan " Sesungguhnya agama itu mudah" adalah penggalan kalimat dari hadits Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam yang diriwayatkan Abu Hurairah dari Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda :
Asal dari ungkapan " Sesungguhnya agama itu mudah" adalah penggalan kalimat dari hadits Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam yang diriwayatkan Abu Hurairah dari Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda :
"Artinya : Sesungguhnya agama itu mudah, dan
sekali-kali tidaklah seseorang memperberat agama melainkan akan dikalahkan, dan
(dalam beramal) hendaklah pertengahan (yaitu tidak melebihi dan tidak
mengurangi), bergembiralah kalian, serta mohonlah pertolongan (didalam ketaatan
kepada Allah) dengan amal-amal kalian pada waktu kalian bersemangat dan
giat"
Al-Hafidz
Ibnu Hajar Al-Asqalani menerangkan ungkapan "Sesungguhnya agama itu
mudah" dalam kitabnya yang tiada banding (yang bernama) : Fathul Baariy
Syarh Shahih Al-Bukhari 1/116. Beliau berkata : "Islam itu adalah agama
yang mudah, atau dinamakan agama itu mudah sebagai ungkapan lebih (mudah)
dibanding dengan agama-agama sebelumnya. Karena Allah Jalla Jalaluhu mengangkat
dari umat ini beban (syariat) yang dipikulkan kepada umat-umat sebelumnya.
Contoh yang paling jelas tentang hal ini adalah (dalam masalah taubat),
taubatnya umat terdahulu adalah dengan membunuh diri mereka sendiri. Sedangkan
taubatnya umat ini adalah dengan meninggalkan (perbuatan dosa) dan berazam
(berkemauan kuat) untuk tidak mengulangi.
Kalau
kita melihat hadits ini secara teliti, dan melihat kalimat sesudah ungkapan "agama itu mudah", kita dapati
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam memberi petunjuk kepada kita bahwa
seorang muslim berkewajiban untuk tidak berlebih-lebihan dalam perkara
ibadahnya, sehingga (karena berlebih-lebihan) ia akan melampui batas dalam
agama, dengan membuat perkara bid'ah yang tidak ada asalnya dalam agama.
Sebagaimana
keadaan tiga orang yang ingin membuat perkara baru (dalam agama). Salah seorang
di antara mereka berkata : "Saya tidak akan menikahi perempuan", yang
lain berkata : "Saya akan berpuasa sepanjang tahun dan tidak
berbuka", yang ketiga berkata : "Saya akan shalat malam semalam
suntuk". Maka Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam melarang mereka
dari hal itu semua, dan memberi pengarahan kepada mereka agar membaguskan amal
mereka semampunya, dan hendaknya dalam mendekatkan diri kepada Allah Jalla
Jalaluhu, (beribadah) dengan ibadah yang telah diwajibkan Allah Jalla Jalaluhu
kepada mereka.
Dan
hendaknya mereka tidak membuat-buat perkara yang tidak ada asalnya dalam agama
ini, karena mereka sekali-kali tidak akan mampu (mengamalkannya), (sebagaimana
hadits Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam) " Maka sekali-kali tidaklah seseorang memperberat agama melainkan
akan dikalahkan".
Maka
ungkapan "Agama itu mudah"
maknanya adalah : "Bahwa agama yang Allah Jalla Jalaluhu turunkan ini
semuanya mudah dalam hukum-hukum, syariat-syariatnya". Dan kalaulah
perkara (agama) diserahkan kepada manusia untuk membuatnya, niscaya seorangpun
tidak akan mampu beribadah kepada Allah Jalla Jalaluhu.
Maka
jika orang-orang yang menyelisihi syariat tidak mendapatkan
"kekhususan" (tidak mendapat celah sebagai pembenaran atas perbuatan
mereka) dengan hadits diatas, mereka akan lari kepada hadits-hadits lain, yang
dengannya mereka berhujjah bagi perbuatan mereka yang menggampang-gampangkan
dalam perkara agama.
Diantara
hadits-hadits yang mereka jadikan alasan dalam masalah ini, adalah sabda
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam.
"Artinya : Sesungguhnya Allah menyukai
keringanan-keringanannya diambil sebagaimana Dia membenci kemaksiatannya
didatangi/dikerjakan"
Dalam
riwayat lain.
"Artinya : Sebagaimana Allah menyukai
kewajiban-kewajibannya didatangi"
Hadits
lain adalah sabda nabi :
"Artinya : Mudahkanlah, janganlah mempersulit dan
membikin manusia lari (dari kebenaran) dan saling membantulah (dalam
melaksanakan tugas) dan jangan berselisih" [Hadits Riwayat Bukhari dan Muslim]
Hadits
yang ketiga.
"Artinya
: Mudahkanlah, janganlah mempersulit, dan
berikanlah kabar gembira dan janganlah membikin manusia lari (dari
kebenaran)".
Adapun
hadits yang pertama, wajib bagi kita untuk mengetahui bahwa keringanan-keringanan
dalam agama Islam banyak sekali, diantaranya : berbukanya musafir ketika
bepergian, orang yang tertinggal dalam shalat boleh mengqadha (mengganti),
orang yang tertidur atau lupa boleh mengqadha shalat, orang yang tidak
mendapatkan binatang sembelihan dalam haji tamattu boleh berpuasa, tayamum
sebagai ganti wudhu ketika tidak ada air atau ketika tidak mampu untuk berwudhu
... dan lainnya diantara keringanan yang banyak tidak diamalkan kecuali jika
terdapat kesulitan dalam melaksanakan perintah yang sebenarnya.
Dan
perlu kita perhatikan, bahwa keringanan-keringanan ini adalah syari'at Allah
Jalla Jalaluhu dan sunnah Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam (dengan izin
Allah Jalla Jalaluhu). Dan tidak diperbolehkan seorang muslim manapun, untuk
mendatangkan (mengada-ada) keringanan (dalam masalah agama) tanpa dalil, karena
hal ini adalah termasuk mengadakan perkara baru dalam agama yang tidak
berdasar.
Dan
perhatikanlah wahai saudaraku sesama muslim (surat Al-Baqarah ayat 185), yang
menceritakan tentang puasa dan keringanan berbuka bagi orang yang sakit atau
bepergian, lalu firman Allah Jalla Jalaluhu sesudah ayat itu.
يُرِيدُ اللَّهُ بِكُمُ الْيُسْرَ وَلا
يُرِيدُ بِكُمُ الْعُسْرَ
"Artinya : Allah menghendaki
kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu" [Al-Baqarah
: 185]
Makna
ini menerangkan makna mudah (menurut Allah Jalla Jalaluhu), yang maknanya
adalah keringanan itu datangnya dari sisi Allah saja, tiada sekutu bagiNya.
Atau (keringanan itu) dari syariat Rasulullah Shallallahju 'alaihi wa sallam
dengan wahyu dari Allah Jalla Jalaluhu. Ayat ini juga menerangkan bahwa makna
mudah itu dengan mengikuti hukum Allah Jalla Jalaluhu (yang tiada sekutu
bagiNya) dan mengikuti syariatNya. Inilah yang bekenaan dengan hadits yang
pertama tadi.
Adapun
hadits yang kedua dan tiga, maka pengambilan dalil yang dilakukan oleh
orang-orang yang mengikuti hawa nafsu serta menyelisihi syariat (dengan kedua
hadits itu) adalah batil, dan termasuk merubah sabda Nabi Shallallahu 'alaihi
wa sallam dari makna yang sebenarnya, dan keluar dari makna yang dimaksud.
Tafsir
kedua hadits yang lalu berhubungan dengan para da'i yang menyeru kepada agama
Islam. Dalam kedua hadits itu Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam
memantapkan kaidah penting dari kaidah-kaidah dasar dakwah kepada Allah Jalla
Jalaluhu, yaitu berdakwah dengan lemah lembut dan tidak kasar. Maka dakwah para
dai yang sepatutnya disampaikan pertama kali kepada orang-orang kafir adalah
Syahadat, lalu Shalat, Puasa , Zakat. Kemudian (hendaknya) mereka menjelaskan
kepada manusia tentang sunnah Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, lalu
menerangkan amal perbuatan yang wajib, yang sunnah dan yang makruh. Jika
melihat suatu kesalahan yang disebabkan karena kebodohan atau lupa, maka
hendaklah bersabar dan mendakwahi manusia dengan penuh kasih sayang dan
kelembutan serta tidak kasar. Allah Jalla Jalaluhu berfirman.
فَبِمَا رَحْمَةٍ مِنَ اللَّهِ لِنْتَ
لَهُمْ وَلَوْ كُنْتَ فَظًّا غَلِيظَ الْقَلْبِ لانْفَضُّوا مِنْ حَوْلِكَ
"Artinya : Maka disebabkan
rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu
bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari
sekelilingmu" [Ali Imran : 159]
Sesudah
memahami hadits-hadits itu, dan penjelasan makna keringanan dan kemudahan. Maka
saya berkata kepada orang-orang yang merubah dan mengganti makna-makna
hadits-hadits tersebut (karena ingin mengenyangkan hawa nafsu mereka dengan
perbuatan itu) :
"Bertaqwalah
kepada Allah Jalla Jalaluhu dan ikutilah apa yang diperintahkan kepada kalian,
dan jauhilah laranganNya, dan tahanlah (diri kalian) dari merubah sunnah
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, dan takutilah suatu hari yang kalian
dikembalikan kepada Allah Jalla Jalaluhu lalu setiap jiwa akan disempurnakan
dengan apa yang ia usahakan. Dan takutlah kalian jangan sampai diharamkan dari
mendatangi telaga Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam lantaran kalian mengganti
agama Allah Jalla Jalaluhu dan merubah sunnah Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa
sallam".
Saya
mengharapkan dari Allah Jalla Jalaluhu yang Maha Hidup dan Maha Berdiri sendiri
agar memberi petunjuk kepada kita dan kaum muslimin seluruhnya untuk mengikuti
Al-Qur'an dan Sunnah NabiNya, dan agar Allah Jalla Jalaluhu mengajarkan kepada
kita ilmu yang bermanfaat, dan memberi manfaat dari apa yang Dia ajarkan, serta
memelihara kita dari kejahatan perbuatan bid'ah dan penyelewengan, serta
kejahatan mengubah dan mengganti (syariat Allah).
Disalin dari
Majalah : Al Ashalah edisi 15-16 hal 33-35, diterjemahkan oleh Majalah
Adz-Dzkhiirah Al-Islamiyah Edisi : Th. I/No. 03/Dzulhijjah 1423/Februari 2003,
hal 5 -6.Terbitan Ma'had Ali Al-Irsyad Surabaya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar